Oleh Nizar A K
Bismillah..
Izin share..
Seperti yang sudah diketahui, proses ekstraksi emas saat ini banyak menggunakan bahan sianida dalam prosesnya untuk mengekstraksi emas membentuk larutan Au-sianida. Sianida memang sangat populer, selain karena prosesnya simple (hanya menggunakan temperatur ruang, tekanan atmosfir standar 1 atm) hasilnya pun sangat menjanjikan. Rekoveri emas dengan menggunakan sianida bisa mencapai 95% lebih, tentunya juga tergantung jenis bijih dan tingkat kesuksesan liberasi mineral berharga di sirkuit penggilingan.
Namun di balik itu semua, ada tanggung jawab lain yang perlu diperhatikan oleh seorang metallurgist dalam proses pengolahan emas. Bukan hanya soal seberapa tinggi tingkat rekoveri emas, akan tetapi juga soal dampak lingkungan pasca proses pengolahan yang juga harus diperhatikan. Ingat.. jarang ada tambang tutup karena masalah rekoveri, tapi seringnya tambang tutup karena masalah lingkungan apalagi jika sudah menjadi isu di komunitas sekitar tambang.
Dalam proses sianidasi, tidak semua sianida yang kita campur akan habis bereaksi dengan unsur ataupun minera di dalam bijih. Ingat, ada prinsip kesetimbangan dalam setiap reaksi kimia yang terjadi. Misalkan dalam reaksi berikut
A + B -> C
Maka diakhir reaksi, tidak semua A dan B akan hilang dan berubah menjadi C. Akan tetapi akan tetap ada unsur A, B , dan C diakhir reaksi tersebut yang membentuk kesetimbangan.
Demikian juga dengan sianida. Tidak semua sianida akan habis bereaksi. Kita ambil contoh pada lokasi tempat penulis bekerja saat ini, dari 200 ppm konsentrasi NaCN yang disediakan di awal maka pada akhir reaksi masih tersisa sekitar 90-100 ppm NaCN yang tidak bereaksi. Sianida sisa inilah yang nantinya perlu dikirim ke sirkuit detoksifikasi untuk dilakukan proses detoksifikasi sinida sebelum lumpur sisa pengolahan diperbolehkan untuk dibuang ke fasilitas penampungan limbah (tailing storage facility).
Sebenarnya, saat ini sudah ada teknologi yang memungkinkan sianida tersebut untuk didaur ulang (baca: tidak perlu didetoksifikasi) sehingga tentunya ini menghemat biaya operasional untuk konsumsi sianida dan juga bahan kimia untuk keperluan detoksifikasi. Akan tetapi pada tulisan kali ini kita akan fokus pada bahasan tentang proses detoksifikasi (baca netralisasi) sianida agar aman sebelum dibuang ke lingkungan.
Tangki Reaktor Detoksifikasi Sianida
Referensi berikut cukup bagus untuk menerangkan tentang berbagai jenis ikatan sianida dan berbagai macam metode detoksifikasi sianida.
http://www.botz.com/MEMCyanideTreatment.pdf
Di sana dijelaskan berbagai macam metode detoksifikasi sianida beserta aplikasi dan jenis sianida yang dapat didestruksi dengan metode tertentu. Resumenya kurang lebih dapat ditampilkan dalam tabel berikut yang saya copy juga dari alamat di atas.
Dari tabel di atas, metode SO2/air atau disebut INCO proses, banyak dipilih untuk diterapkan di pabrik pengolahan emas. Ini dikarenakan reagent (bahan kimia) yang dibutuhkan cukup murah dan juga metode tersebut terbukti cukup efektif untuk mendestruksi segala bentuk ikatan sianida (Free cyanide, WAD cyanide, iron cyanide). Selain itu ,metode ini pun terbukti dapat diaplikasikan cukup baik untuk mengolah sisa sianida yang berada dalam bentuk larutan lumpur maupun non lumpur (larutan jernih). Sebagai catatan, destruksi sianida pada bentuk larutan lumpur (contohnya tailing pabrik pengolahan) tentunya lebih sulit dibandingkan mengolah sianida pada larutan jernih. Ini dikarenakan adanya partikel solid dalam larutan lumpur akan berkontribuksi dalam mengurangi efektifitas reaksi antara sianida cair dan bahan kimia cair yang digunakan untuk proses detoksifikasi.
Pada metode proses INCO, bahan kimia yang digunakan dalam proses detoksifikasi sianida adalah sodium metabisulphate (SMBS) dan copper sulphate. SMBS mengandung sekitar 65% SO2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi ion CN- menjadi CNO (tiocyanate) yang bersifat tidak beracun, sementara copper sulphate berfungsi sebagai katalis yang mempercepat proses reaksi oksidasi sianida. Reaksi kimia yang terjadi dapat
dituliskan sebagai berikut:
Beberapa point penting yang dapat penulis share berdasarkan pengalaman menggunakan proses INCO antara lain:
Berikut ini beberapa grafik data seputar percobaan detoksifikasi sianida dengan metode INCO yang dapat penulis share:
Grafik pertama di atas menunjukkan pengaruh konsentrasi SMBS dalam kg SMBS per ton bijih terhadap kecepatan reaksi detoksifikasi sianida pada suatu lumpur sianida dengan % padatan tertentu. Terlihat semakin tinggi konsentrasi SMBS (1,3 kg/t) maka semakin cepat pula reaksi detoksifikasi sianida. Dalam waktu 30 menit, konsentrasi sianida telah berkurang dari 120 ppm menjadi sekitar 40 ppm untuk dosis SMBS 1,3 kg/t. Adapun pada dosis SMBS yang lebih rendah (0,7 kg/t), konsentrasi sianida yang masih bersisa setelah 30 menit adalah sekitar 65 ppm. Perhatikan juga bahwa dengan dosis SMBS 1,3 kg/t dapat diperoleh konsentrasi sianida akhir <1 ppm setelah 70 menit reaksi berjalan. Adapun pada dosis SMBS yang lebih rendah, konsentrasi akhir sianida belum mencapai 1 ppm bahkan hingga hampir 2 jam waktu reaksi. Bisa jadi kemungkinan jumlah SMBS yang digunakan tidak mencapai jumlah minimum secara stoikiometri sehingga sulit untuk menurunkan kadar sianida lebih lanjut.
Contoh lainnya, grafik kedua di bawah menunjukkan pengaruh dari penambahan copper sulfat pada proses detoksifikasi sianida. Garis biru menunjukkan laju detoksifikasi sianida dengan menggunakan dosis SMBS 1,2 kg/t dan copper sulphate 0,1 kg/t. Sementara itu, garis merah menunjukkan hasil detoksifikasi sianida pada sample lumpur yang sama dengan dosis SMBS 1,2 kg/t namun tanpa penambahan copper sulphate. Dari perbandingan 2 garis tersebut terlihat jelas pengaruh dari penambahan copper sulfate yang dapat mempercepat laju penurunan kadar sianida (baca: detoksifikasi) di dalam lumpur.
Sekian..
0 Komentar